Geger Soal Perhutanan, Begini Bunyi Permen LHK No. 4 Tahun 2023 Tentang PS KHDPK

Opini598 Dilihat

Pati, www.suarahukum-news.com | Diduga saling meng-klaim sebagai penggarap di salah satu  petak lahan perhutanan, antara para pihak dengan warga yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sumber Makmur Desa Sumbermulyo, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati seolah menjadikan tanda tanya besar bagi kalangan pengamat perhutanan sosial di Kabupaten Pati. Padahal, sebagaimana telah di atur didalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 4 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial Pada Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (PS KHDPK) yang menyebutkan kriteria pelaku atau pemohon perhutanan sosial. (25/10) 

Namun hal itu berbeda cerita dengan kondisi saat ini terjadi di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati. Di salah salah Petak perhutanan diduga kuat telah terdapat dua kelompok yang saling meng-klaim bahwa lokasi tersebut adalah miliknya (selaku penggarap). Bahkan, situasi semakin memanas disaat mendekati tahap vasilitasi dan validasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas obyek dan subyek pemohon perhutanan sosial.

Dilansir dari situs resmi menlhk.go.id telah menyebutkan bahwa saat ini Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memiliki program Membangun Indonesia dari pinggiran, didefinisikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), salah satunya melalui program Perhutanan Sosial, sebuah program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha dan sumberdaya manusia. Perhutanan Sosial juga menjadi benda legal untuk masyarakat disekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara seluas 12,7 juta hektar.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 4 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial Pada Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (PS KHDPK)

Akses legal pengelolaan kawasan hutan ini, dibuat dalam lima skema pengelolaan, yaitu Skema Hutan Desa (HD) hutan negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada lembaga desa untuk kesejahteraan desa. Hutan Kemasyarakatan (HKm), yaitu hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. Hutan Tanaman Rakyat (HTR/IPHPS), adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalm rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.

Dan selanjutnya adalah Hutan Adat (HA), dimana hutan ini adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hutan adat. Skema terakhir adalah Kemitraan Kehutanan, dimana adanya kerjasama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.

Pelaku Perhutanan Sosial adalah kesatuan masyarakat secara sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia, yang tinggal di kawasan hutan, atau di dalam kawasan hutan negara, yang keabsahannya dibuktikan lewat Kartu Tanda Penduduk, dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 4 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial Pada Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (PS KHDPK)

Program Perhutanan Sosial sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian. Program Perhutanan Sosial akan membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah. Setelah disetujui maka masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

Selain itu, Perhutanan Sosial (PS) adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya. Sesuai dengan Permen LHK Nomor 83 Tahun 2016, Perhutanan Sosial bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang berada di dalam atau sekitar kawasan hutan dalam rangka kesejahteraan masyarakat.

“Apa jadinya, jika tujuan pemerintah melalui program perhutanan sosial ini justru dimanfaatkan oleh oknum yang ingin menguasai lahan perhutanan dengan merekrut keluarga, teman serta para pihak (bukan warga desa setempat dan tidak pernah memiliki riwayat mengelola atas lahan yang dimaksud) untuk menguasai atas lahan yang sebenarnya sudah dikelola oleh masyarakat setempat,” ujar Ruslan, salah satu warga Desa Sumbermulyo, Rabu (25/10) siang di kediamannya.

Hal ini, lanjut Ruslan, Akan berdampak pada kerancuan di sistem yang sebenarnya sudah telah diatur oleh Pemerintah melalui beberapa peraturan yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jangan sampai tujuan pemerintah untuk mensejahtrakan masyarakat sekitar hutan, justru ternodai oleh tindakan oknum yang seolah menang-menangani pada wilayah hutan pangkuan desa, yang justru bukan sebagai warga setempat (warga desa lain).

“Saya sendiri mendukung penuh adanya perhutanan sosial. Namun, saya tidak mendukung atas tindakan oknum yang seolah menjadi preman di dalam program pemerintah ini. Apalagi kalau memang dipaksakan hendak merebut wilayah hutan pangkuan Desa Sumbermulyo, maka saya akan maju berjuang sebagai garda terdepan untuk memperjuangkan serta mempertahankan hak-hak masyarakat kecil di desa kami,” tandasnya.

Pada kesempatan itu, Ruslan juga berharap agar para pemohon perhutanan sosial ini lebih mengedepankan dan mengutamakan pada areal hutan yang berada di pangkuan desa masing-masing. Sehingga tidak menimbulkan pro dan kontra antara warga setempat dengan pihak-pihak lain yang disinyalir memiliki unsur kepentingan pribadi.

 

 

 

(Red/Tg)