
Pati , www.suarahukum-news.com – Sungguh ironis cerita dari sepasang lansia ( lanjut usia ) yang di ketahui bernama Sukarman ( 76 tahun ) dan Darmini ( 64 tahun ) yang beralamat Dusun Ronggo Rt 03 / 03 , Desa Mintorahayu , Kecamatan Winong . Kepahitan cerita tersebut bukan tidak beralasan pasalnya uang hasil menjual sawah beberapa waktu lalu senilai lebih kurang 130 juta tak seutuhnya ia rasakan .
Kejadian bermula ketika lebih kurang satu tahun yang lalu , dirinya menjual sebidang tanah ( sawah pertanian ) di samping rumahnya seharga lebih kurang 130 juta yang beli oleh saudara yang berinisial ” RB ” warga Dusun Njumput , Dalam proses jual belipun dilakukan secara prosedural dan sesuai aturan yaitu mengetahui pemerintah desa setempat . selanjutnya setelah proses jual beli mendapatkan kesepakatan harga , maka keduanya ( penjual dan pembeli ) bersama sama pergi ke salah satu kantor Notaris yang ada di Kabupaten Pati yang berinisial ” GT ” dengan di arahkan oleh salah satu oknum praktisi hukum yang berinisial ” SN ” .
Setelah tiba di salah satu kantor Notaris tersebut keduanya ( penjual dan pembeli ) saling melengkapi persyaratan kelengkapan untuk di lakukan pemecahan luas dan nomor C Desa , serta proses balik nama sebagian dari tanah miliknya ( Sukarman ) yang di beli oleh saudara ” RB ” , dan sisanya kembali kepemilikannya semula yaitu kepada saudara Sukarman .
Yang menjadi ironis ialah bukan dari proses jual beli atau lainnya , namun uang hasil penjualan tanah senilai 130 juta tersebut justru menjadi dilema baru yang ia rasakan berdua ( sepasang lansia Sukarman dan Darmini ) . Di karenakan uang tersebut seakan lebih dari separuhnya yang habis dan sebagian lagi lebih kurang 34 juta di pinjam oleh salah satu oknum praktisi hukum namun hingga sekarang belum di kembalikan walau sudah di minta puluhan kali dengan mendatangi rumahnya . Tak jarang saat menagih , Sukarman dan Darmini pun sering mendapatkan ucapan nada yang kurang enak di dengar di telinga kedua lansia tersebut , yang di lontarkan dari salah satu keluarga yang ia tagih .

Saat di temui di kediamannya , Sukarman ( 76 tahun ) kepada wartawan www.suarahukum-news.com , melalui dokumentasi rekaman vidio pada hari Rabu ( 20 / 2 ) siang itu sekitar pukul 12 . 39 , dirinya mengatakan , keluh kesah nya atas dilema yang ia alami saat ini ;
” Lebih kurang satu tahun yang lalu saya jual tanah pertanian ( sawah ) kepada saudara ” RB ” senilai 130 juta , saat itu di kasih uang tanda jadi 30 juta , sesampainya di rumah , lalu uang tersebut di minta sama yang ngurusin itu ( jumlahnya empat orang salah satunya adalah oknum praktisi hukum ) lebih kurang 20 juta , jadi sisanya tinggal 10 jt , dari sisa tersebut lalu kami pergunakan untuk kebutuhan sehari-hari ” tuturnya
Lebih lanjut , Sukarman mengatakan , ” Selanjutnya sisa uang yang 100 juta di masukkan ke rekening BNI . Karena kebutuhan akhirnya kami mengambil 40 juta yang rencananya akan kami pergunakan untuk membuat sumur , namun setelah uang tersebut kami ambil uang itu yang 24 juta , justru di pinjam lagi sama salah satu oknum praktisi hukum tersebut , yang diketahui tinggal di kawasan Kecamatan Tambakromo yang juga ngurusin proses ini , jadi saya hanya tinggal 16 juta , lalu uang tersebut kami pergunakan untuk membuat sumur sama kamar mandi apa adanya , karena uangnya juga mepet di karenakan mau buat modal bercocok tanam ” imbuhnya
Dalam kesempatan tersebut istri dari Sukarman yang bernama Darmini , juga mengutarakan kisah ironisnya siang itu ;
” Selanjutnya uang yang masih tersisa 60 juta itu juga sudah habis dan rinciannya adalah , buat ngurusin balik nama , untuk bayar di notaris yang berinisial ” GT ” lebih kurang 11 juta , namun sampai saat juga kami juga belum menerima sertifikat sisa luas dari penjualan tanah tersebut , kan ini ada tiga kotak yang lokasinya sama namun yang saya jual hanya sebagian saja ” tuturnya
” Lalu buat bayar jasa yang ngurusin 8 juta ( oknum praktisi hukum ) , buat bayar pologooro , terus buat bayar lagi yang ngurusin surat menyurat yang di urus oleh praktisi tersebut yaitu buat sewa mobil dan lain-lain totalnya lebih kurang 9 juta , belum yang bolak balik lagi ngurusin ini dan itu , juga ngasih uang bensin dan uang makan , orang nya yang datang kesini mereka ganti ganti dan mereka semua minta uang harian . Lalu sisanya juga sudah habis , antara lain di pinjam oleh oknum praktisi pakar hukum tersebut total semua lebih kurang 34 jutaan , tapi kami tidak memiliki kwitansi karena orang tua seperti kami mana mungkin tau soal kwitansi atau tanda bukti , kami hanya saling percaya saja ” urainya
Darmini juga menambahkan , ” yang menjadi susah kami adalah bukan karena kami menjual tanah , namun sisa uang yang masih di pinjam sebanyak 34 juta itu , sampai sekarang belum di kembalikan , kami sudah berusaha menagih kerumahnya , dan kalau di hitung selama ini lebih kurang sudah ada 35 kali saya datangi rumahnya , tapi hanya di berikan janji janji saja , dan yang terakhir ini nanti tanggal 5 Maret katanya mau di kembalikan ” imbuhnya
” Sebenarnya kami menjual tanah itu untuk kebutuhan , dan untuk biaya berobat suami saya ( Sukarman ) namun pada kenyataannya uang hasil penjualan tanah tersebut justru malah seperti ini . Menjadi habis tidak karuan dan tidak bisa kami nikmati seutuhnya , paling hanya lebih kurang sepertiganya saja mungkin tidak ada , hanya uang yang masih di pinjam oleh oknum praktisi hukum tersebut yang kami harapkan , untuk kebutuhan kami ” pungkasnya
Sungguh sangat ironis bila seseorang menjual sesuatu ( harta benda ) yang di karenakan kebutuhan . Namun ternyata uang hasil penjualan tersebut tidak seutuhnya dapat di rasakan dan tidak dapat di pergunakan secara maksimal sesuai dengan kebutuhan serta harapan . apalagi sepasang lansia ini tergolong dari keluarga kalangan bawah yang hidupnya serba dengan keterbatasan , di karenakan oleh keadaan .
( Red / Tg )