Setahun Pandemi, Tingkat Ketimpangan Semakin Melebar

Opini517 Dilihat

Rembang, www.suarahukum-news.com-Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis angka Gini Ratio yang dapat menggambarkan ketimpangan pengeluaran yang digunakan, yang terletak antara 0 – 1. Bila angka ini makin mendekati 0 (nol) berarti semakin rendah tingkat ketimpangannya, sebaliknya semakin mendekati 1 (satu) berarti semakin tinggi tingkat ketimpangan (jurang pemisah antara si kaya dan si miskin lebar). Angka Gini Ratio diperoleh dari hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi (Susenas) yang dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.(09/12).

Secara nasional, angka Gini Ratio mengalami penurunan sejak Maret 2015 sampai dengan Maret 2019. Kondisi ini menunjukkan bahwa selama periode tersebut terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran di Indonesia. Namun demikian, akibat adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal Maret 2020, nilai Gini Ratio kembali mengalami kenaikan pada Maret 2020 dan Maret 2021.

Pada Maret 2021, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,384. Angka ini mengalami kenaikan 0,003 poin dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2020 (0,381). Naiknya Gini Ratio ini sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia dari 26,42 juta pada Maret 2020 menjadi 27,54 juta pada Maret 2021, yang menyebabkan tingkat kemiskinan juga naik dari 9,78 menjadi 10,14 persen dari total populasi nasional. Meskipun demikian, tingkat ketimpangan dan tingkat kemiskinan Maret 2021 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan September 2020, yang masing-masing tercatat sebesar 0,385 dan 10,19.

Provinsi yang mempunyai nilai Gini Ratio tertinggi pada Maret 2021 tercatat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sebesar 0,441, sedangkan yang terendah tercatat di Provinsi Bangka Belitung dengan Gini Ratio sebesar 0,256.Terdapat enam provinsi dengan angka Gini Ratio lebih tinggi dari tingkat nasional, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (0,441), Jawa Barat (0,412), DKI Jakarta (0,409), Gorontalo (0,408), Papua (0,397), dan Sulawesi Tenggara (0,390).

Berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di perkotaan pada Maret 2021 adalah sebesar 0,401. Hal ini menunjukkan terjadi kenaikan sebesar 0,008 poin dibanding Maret 2020 yang sebesar 0,393. Untuk daerah perdesaan, Gini Ratio pada Maret 2021 tercatat sebesar 0,315, turun sebesar 0,002 poin dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 yang tercatat sebesar 0,317.

Distribusi Pengeluaran. 

Ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah berdasarkan kriteria dari Bank Dunia, khususnya persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah. Berdasarkan ukuran ini, tingkat ketimpangan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen.

Pada Maret 2021, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,76 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah. Kondisi ini naik dibandingkan dengan Maret 2020 yang sebesar 17,73 persen. Jika dibedakan menurut daerah, pada Maret 2021 persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di perkotaan adalah sebesar 16,81 persen. Sementara persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di perdesaan tercatat sebesar 20,68 persen. Dengan demikian, menurut kriteria Bank Dunia daerah perkotaan termasuk ketimpangan sedang, sementara daerah perdesaan termasuk ketimpangan rendah.

Melebarnya tingkat ketimpangan selama periode Maret 2020-Maret 2021 turut dipengaruhi dengan adanya pandemi Covid-19 yang mengakibatkan adanya kebijakan pembatasan kegiatan dan aktivitas ekonomi penduduk, sehingga pendapatan sebagian besar penduduk berkurang dan kesulitan dalam mencukupi kebutuhan dasar hidupnya. Kondisi tersebut juga telah menyebabkan tingkat kemiskinan mengalami kenaikan.

Upaya Menekan Tingkat Ketimpangan.

Untuk menekan tingkat ketimpangan dan kemiskinan di masa pandemi ini diperlukan perhatian dan upaya yang lebih keras dari Pemerintah, supaya penduduk miskin semakin tidak terpuruk dalam kemiskinannya. Upaya Pemerintah selama ini sudah cukup tepat dengan terus menggulirkan berbagai program perlindungan sosial seperti BPNT, PKH, serta bantuan sosial sembako selama pandemi, bahkan juga semakin memperluas akses Kartu Indonesia Sejahtera (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Di sisi lain, penduduk miskin juga perlu diikutsertakan dan diberdayakan dalam berbagai program pengentasan kemiskinan, seperti program padat karya, program kartu pra kerja, pelatihan kerja dan sebagainya. Dengan demikian penduduk miskin mendapatkan kesempatan bekerja dan memperoleh pendapatan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

 

 

Oleh: Faisal Luthfi Arief, SST – Statistisi Muda, BPS Kabupaten Rembang

(Red/Sh)