Pati , www.suarahukum-news.com – Banyaknya kucuran dana dari Pemerintah Pusat yang di ketahui bersumber dari anggaran APBN untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur tingkat pedesaan salah satunya adalah dari Dana Desa . Hal itu di maksudkan agar pemerataan dan peningkatan pembangunan infrastruktur di tingkat sektor pedesaan dapat terjangkau secara menyeluruh dan mampu meningkatkan sumber daya manusia . ( 12 / 1 )
Namun hal itu justru rawan bagi oknum kepala desa untuk menerima sesuatu ( barang atau uang ) hal yang tujuannya adalah agar proyek yang akan dikerjakan sesuai hasil musyawarah bersama tingkat desa agar dapat di garap / di kerjakan oleh pihak ketiga atau rekanan . Hal itu bukan tanpa alasan karena dapat terlihat dari beberapa jenis atau item pekerjaan yang di mana tingkat desa tidak mampu mengerjakan secara swakelola , seperti pembangunan jalan rabat beton dan pengaspalan , karena di item tersebut banyak dari tingkat desa yang tidak memiliki tehnis khusus yang membidangi , karena dua pekerjaan ( rabat beton dan pengaspalan jalan ) membutuhkan tenaga ahli dan alat yang memadai .
Untuk itu agar dari oknum kepala desa atau sekertaris desa yang berstatus PNS untuk tidak melakukan pelanggaran yaitu meminta komisi di awal sebelum dilaksanakan pekerjaan . Hal itu di maksudkan untuk menghindari Gratifikasi , Karena perbuatan tersebut dapat di kenakan sanksi pidana , sesuai penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 tentang Gratifikasi .
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat ( discount ) , komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Pengecualian Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat ( 1 ) ialah
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat ( 1 ) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan yang Mengatur Gratifikasi tertuang pada pasal 12B ayat ( 1 ) UU No.31 / 1999 jo UU No. 20 / 2001, berbunyi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya
Pasal 12C ayat ( 1 ) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat ( 1 ) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK
Adapun Penjelasan Aturan Hukum pada pasal 12 UU No. 20 / 2001 ialah :
Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar .
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri .
Adapun Sanksi sesuai dengan pasal 12B ayat ( 2 ) UU no. 31 / 1999 jo UU No. 20 / 2001 ialah :
Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Diharapkan agar kepala desa atau pejabat tingkat desa agar tidak melanggar aturan tentang juklak ( petunjuk pelaksanaan ) maupun juknis ( petunjuk teknis ) terkait pelaksanaan dan penggunaan dana desa agar tidak timbul permasalahan di kemudian hari , karena tidak menutup kemungkinan akan adanya Gratifikasi sehingga akan berbuntut keranah pidana .
( Red / Tg )