Pati,www.suarahukum-news.com- Dalam memberikan jaminan keselamatan para pekerja, terlebih di dalam proyek yang dibiayai oleh Negara (APBN), Secara spesifik untuk konstruksi pekerjaan umum, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia telah memberikan pedoman penerapan dan sebagai syarat administrasi tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja kepada seluruh para pemenang tender/lelang proyek untuk Jasa Kontruksi.(01/08).
Bahkan, didalam manajamen persyaratan lelang, para peserta (PT/ Rekanan) juga diwajibkan memberikan lampiran secara spesifik sebelum pelaksanaan pekerjaan atas tander proyek tersebut dilaksanakan. Hal itu, seperti yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum yang terakhir dirubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/PRT/M/2018 (Permen PUPR 02/2018) secara gamblang telah mewajibkan kepada setiap perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi agar mengedepankan keselamatan dan kesehatan para pekerja.
Baca juga >>≥>>>>>> https://suarahukum-news.com/empat-bulan-berjalan-pihak-rekanan-bawa-cangkul-di-lokasi-proyek-rehabilitasi-d-i-gembong-ta-2021-yang-melintasi-pemukiman-warga/
Namun hal itu, justru berbeda dengan fakta (hasil dok.red) dari penyedia Jasa Kontruksi yang satu ini, Pasalnya dalam pelaksanaan pekerjaan (Rehabilitasi DI Gembong) para pekerja tidak tampak mengenakkan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sebagaimana yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan di negeri ini, dengan tujuan agar dapat melindungi jaminan kesehatan dan keselamatan para pekerjanya. Hal itu terlihat dari data dokumentasi yang dihimpun oleh sejumlah Aktivis Penggiat Sosial dan Anti Korupsi dan Media ini (red), terhitung sejak (antara sekitar di Bulan Maret1-Juli 2021). Proyek yang diketahui bernilai puluhan miliar rupiah tersebut bersumber dari Anggaran Pembelanjaan Negara (APBN) di bawah Satuan Kerja (Satker) Balai Besar Wilayah Sungai Pamali Juana, Provinsi Jawa Tengah.
Adapun dokumentasi terakhir (selain dokumentasi sebelumnya,red) adalah sejak tanggal 28 Juni 2021 sekitar pukul 09.12 Wib di salah satu titik lokasi proyek (Rehabilitasi DI.Gembong) di wilayah Kecamatan Tlogowungu. Selain itu, masih di titik koordinat yang tak jauh dari lokasi tersebut, atau lebih tepatnya (di ambil dokumentasi) pada tanggal 21 Juli 2021 sekitar pukul 13.00 Wib, tampak terlihat dari sejumlah pekerja juga tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) sebagaimana yang sudah di amanatkan melalui regulasi yang mengatur tentang penerapan Sistem K3. Padahal dalam pekerjaan tersebut juga memiliki tingkat resiko keselamatan bagi para pekerja. Terlebih di massa Pandemi COVID-19, bahwa kesehatan dan keselamatan adalah pokok utama yang harus di kedepankan, selain tetap menjaga kesehatan dengan menerapkan standar protokol kesehatan, sesuai anjuran dari Pemerintah.
Dugaan tentang minimnya pengawasan terhadap penerapan Sistem K3 di Proyek Rehabilitasi DI.Gembong tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya dari internal (pengawas pelaksana pekerjaan dari pihak rekanan/pemenang lelang) seakan mengabaikan keselamatan para pekerjanya, lantaran banyak yang tidak mengenakan pelindung kaki (sepatu boot), pelindung kepala (helm) maupun rompi keselamatan, sesuai aturan yang berlaku (sesuai dokumentasi yang dikumpulkan media ini sejak sekitar bulan Maret-Juli 2021, dok.red).
Pada kesempatan tersebut, salah seorang pekerja saat disinggung siapakah penangung jawab di lokasi pekerjaan, para pekerja hanya menjawab bahwa dirinya hanya sebagai pekerja harian dan tidak mengetahui apa-apa.
“Saya hanya pekerja biasa pak, tidak tau apa-apa. Tapi yang sering ngurusi para pekerja adalah Pak To (pria yang memiliki rambut berwarna pirang),” ujar salah seorang pekerja yang enggan menyebutkan namanya, Minggu (28/06/2021) pagi, sekitar pukul 09.12 Wib di lokasi proyek.
Sementara itu di tempat terpisah, dan di titik lokasi pekerjaan yang berbeda (Rehabilitasi DI Gembong) salah seorang yang diduga sebagai pengawas pekerja, saat di konfirmasi oleh media ini di lokasi pekerjaan, Selasa (21/07/2021) siang, pihaknya hanya menjawab, bahwa pekerjaan tersebut adalah miliknya seseorang yang bernama Tari.
“Ini proyeknya Pak Tari,” jawab pria yang memiliki rambut berwarna pirang dengan nada cukup singkat, Selasa (21/07/2021) siang, sekitar pukul 13.00 Wib, sembari meninggalkan lokasi (pekerjaan) dengan mengendarai sepeda motor miliknya, sehingga tidak dapat di konfirmasi lebih lanjut tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja atau perihal lainnya, mengingat kesehatan dan keselamatan di masaa Pandemi COVID-19 adalah diatas segalanya.
Sementara itu saat dikonfirmasi lebih jauh tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dari pihak BBWS Pamali Juana, melalui surat permohonan konfirmasi dan klarifikasi Media ini (Red) tanggal 07 Juni 2021, Selanjutnya dari Kantor Balai Besar Sungai Pamali Juana melalui surat yang bernomor: HM 01.Ao.4/105 pada tanggal 22 Juni 2021, telah menyampaikan yang pada pokoknya adalah, segala bentuk pelaksanaan pekerjaan tersebut, semuanya sudah baik dan benar, serta sudah sesuai dengan perturan yang isyaratkan untuk pelaksanaan pekerjaan (Rehabilitasi DI Gembong) tersebut.
“Dalam pelaksanaan pekerjaan dilapangan penyedia jasa berupaya menerapkan dan mengarahkan para pekerja untuk melaksanakan SMK3 sesuai dengan PP No. 50 tahun 2015 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kehatan Kerja (2)”, bunyi Surat Nomor: HM 01.Ao.4/105, tanggal 22 Juni 2021. Atas jawaban dari surat permohonan klarifikasi dan konfirmasi Media ini, yang dikirim pada tanggal 07/06/2021, beberapa waktu lalu.
Atas jawaban tersebut, diduga kuat bahwa dari pihak pengawas pelaksana pekerjaan, baik dari pihak rekanan ataupun dari pihak pengawas BBWS Pamali Juana, belum sepenuhnya dan belum seluruhnya telah mampu menjalankan isi surat, Nomor: HM 01.Ao.4/105, sebagaimana yang sudah tertuan didalamnya. Adapun data dokumentasi yang dihimpun oleh oleh Media ini (dok.red) sejak Bulan Maret sampai dengan Bulan Juli 2021, yang di ambil dari beberapa titik lokasi adalah, bahwa para pekerja banyak yang tidak menggunakan APD sesuai Standar Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang di isyaratkan oleh Peraturan Pemerintah.
Diketahui bahwa UU No.2 tahun 2017, adalah mengatur penerapan K3 dalam setiap tahapan penyelanggaraan konstruksi pekerjaan umum, mulai dari tahap pra konstruksi; tahap pemilihan penyedia barang/jasa; tahap pelaksanaan konstruksi hingga tahapan penyerahan hasil akhir pekerjaan. Lebih lanjut, peraturan ini juga mewajibkan keterlibatan Ahli K3 Konstruksi atau Petugas K3 Konstruksi pada setiap pekerjaan. Permen PUPR 02/2018 menjadikan Rencana K3 Kontrak (RK3K) sebagai salah satu dokumen yang wajib diajukan oleh penyedia jasa dalam proses tender. RK3K Penawaran tersebut kemudian akan dievaluasi dan apabila terbukti tidak memenuhi kriteria evaluasi teknis K3, penawaran dapat dinyatakan gugur.
Selain diduga minim pengawasan dan penggunaan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3), di sekitar lokasi proyek juga tidak terdapat papan informasi sebagai sarana transparansi informasi publik, sebagai mana yang sudah tertera dalam UU No. 14 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain UU KIP, ada beberapa aturan lain yang mempertegas tentang transparansi pelaksanaan program pemerintah.
Seperti Peraturan Presiden (Perpres) nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung (Permen PU 29/2006) dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan (Permen PU 12/2014).
Menanggapi hal itu, salah seorang aktivis penggiat sosial di Kabupaten Pati, Sabtu (31/07) siang, saat dimintai tanggapan tentang minimnya standar keselamatan kerja di lokasi proyek, pihaknya mengatakan, Pada tahap pelaksanaan konstruksi, RK3K tersebut kemudian akan disahkan oleh PPK pada Pre Construction Meeting. RK3K yang telah disahkan akan menjadi acuan penerapan SMK3 pada pelaksanaan konstruksi. Setelah pekerjaan selesai, penyedia jasa diwajibkan untuk membuat laporan hasil kinerja SMK3, statistik kecelakaan, penyakit akibat kerja serta usulan perbaikan untuk proyek sejenis yang akan datang. Penerapan K3 membutuhkan kerja sama dari pemerintah, penyedia jasa, serta para pekerja yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan konstruksi. Penyedia jasa harus menyiapkan dan menyediakan SMK3 yang komprehensif dan mudah dimengerti termasuk penyediaan perlengkapan K3.
“Para pekerja juga wajib mematuhi pedoman K3 yang ditetapkan pada setiap tahap pekerjaan dan senantiasa mengenakan perlengkapan K3 yang diwajibkan. Terakhir, pemerintah wajib melakukan pengawasan rutin untuk memastikan para pihak terkait telah menerapkan K3 sesuai SMK3,” ujar salah seorang pria yang aktif di bidang kontrol sosial di Kabupaten Pati, Sabtu (31/07).
Apabila setiap pihak melaksanakan perannya dengan baik, diharapkan tidak ada lagi nyawa atau kehidupan yang dikorbankan atas nama pembangunan negeri ini. Sebagaimana yang tertuang pada Pasal 86 UU Ketenagakerjaan; dan Pasal 87 UU Ketenagakerjaan.
“Semua itu tertuang dalam Pasal 6 PP 50/2012, Pasal 59 ayat (3) UU Jasa Konstruksi, Pasal 4 Permen PUPR 02/2018, Pasal 5 ayat (2) Permen PUPR 02/2018, RK3K adalah dokumen lengkap rencana penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU dan merupakan satu kesatuan dokumen kontrak suatu pekerjaan konstruksi, yang dibuat oleh Penyedia Jasa dan disetujui oleh Pengguna Jasa, untuk selanjutnya dijadikan sebagai saran interaksi antara Penyedia Jasa dengan Pengguna Jasa dalam penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang PU, Pasal 8, 9 dan Pasal 10 Permen PUPR 02/2018,” tandasnya.
(Red/Tg)