Pati,www.suarahukum-news.com-Beragam sejarah, mulai dari cerita tutur dan lainnya, tentang cikal-bakal berdirinya Kabupaten Pati sekaan tak lekang oleh waktu. Berbagai situs sejarah, serta berbagai tempat petilasan dan cagar budaya dari kejayaan era saat itu, menjadi warna tersendiri bagi pencinta seni dan budaya.(16/04).
Salah satu Cagar Budaya yang saat ini masih terawat dengan baik, adalah di lokasi Sendang Petilasan Eyang Sukmoyono. Adapun lokasi tersebut terletak di Desa Mojoagung Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Tak hayal lokasi petilasan tersebut kini ramai dikunjungi oleh para peziarah, baik yang datang dari masyarakat lokal maupun mereka yang sengaja datang dari luar daerah Kota Pati untuk mengunjungi lokasi petilasan tersebut.
Seperti yang di ungkapkan oleh seorang juru kunci di lokasi petilasan tersebut beberapa waktu lalu, Pihaknya mengatakan bahwa, Petilasan Sendang Eyang Sukmoyono sudah ada sejak dirinya masih kecil, bahkan sebelum dirinya lahir. Namun saat itu tempatnya masih semak-semak, yang ada hanyalah pohon besar dan tempatnya masih sepi. Selain itu, kondisi lokasi juga masih terlihat gersang.
“Namun, Setelah dibangunya lokasi sendang petilasan eyang Sukmonyono seperti ini, Masyarakat bisa berkunjung sambil berziarah untuk mengingat perjuangan leluhur. Karena datang ke tempat bersejarah tujuanya juga untuk mendoakan para leluhur dan meniru nilai-nilai perjuanganya, serta mengambil sisi positif leluhur kita, untuk dijadikan tauladan,” kata sang juru kunci Abdul Rahman.
Sekilas cerita mengenai sejarah sendang petilasan, pihaknya juga menyampaikan bahwa, untuk asal mula sendang ini, dulunya ada punggawa kerajaan dari Kerajaan Majapahit untuk menebar benih.
“Tetapi setelah benih yang ia tebar tersebut tumbuh, selanjutnya ada sumber air yang besar, sehingga seperti lautan. Akhirnya punggawa kerajaan Majapahit itu berupaya dengan segala cara dan kesaktiannya, agar wilayah tersebut tidak berubah menjadi lautan,” imbuhnya.
Benih yang ditebar itu setelah tumbuh, mempunyai dua batang yang berbeda yaitu batang kayu mojo dan batang kayu asem. Jadi satu pohon mempunyai dua batang pohon yang berbeda. Sehingga muncul nama mejasem yaitu pohon mojo dan pohon asem menjadi satu pohon. Sementara nama Mojoagung, karena waktu ditanam di dalamnya terdapat sumber mata air yang besar dan Mojosemi yaitu berasal dari nama Kadipaten, yaitu Kadipaten Mojosemi.
Masih kata Abdul Rahman sang juru kunci di sendang tersebut,”Untuk peran Kadipaten Mojosemi kala itu, adalah membantu Kadipaten Carangsoko melawan Kadipaten Parang Garudo. Sehingga dengan kekalahan Kadipaten Parang Garuda menjadi sebab beberapa Kadipaten saat itu menyatu, dan selanjutnya dinamakan Kadipaten Pati Pesantenan. Hal itu seiring dengan dibukanya babat alas, yang saat ini menjadi nama desa yaitu, Desa Sarirejo atau lebih di kenal dengan sebutan Desa Kemiri Kecamatan Pati Kabupaten Pati,” ungkapnya, sembari memberikan kenang-kenangan berupa secuil kayu dari Pohon Mojosemi, yang ia peroleh sebelum lokasi petilasan batang Pohon Mojosemi tersebut ditimbun tanah. Hal itu dilakukan untuk tetap menjaga keutuhan, dari salah satu situs sejarah di Kabupaten Pati.
Kini tempat sendang petilasan tersebut mempunyai kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan setiap wulan apit (bulan hitungan dalam penanggalan Jawa) dan banyak dari masyarakat yang berjualan seperti layaknya Haul di Makan Waliyullah. Dengan kegiatan tahunan tersebut masyarakat bisa mengetahui sejarah dan budaya yang ada di Kabupaten Pati, salah satunya adalah Sendang Petilasan Eyang Sukmoyono, yang berada di Desa Mojoagung Kecamatan Trangkil.
(Red/Tg)