Pati, www.suarahukum-news.com | Pihak pelaksana dan pengelola Proyek Central Usaha Kecill dan Menengah (UMKM) Desa Semampir Kecamatan Pati menyatakan bahwa seluruh admistrasi maupun tehnis dan mekanisme sudah sesuai dengan prosedur perundang-undangan. Hal ini disampaikan langsung oleh Diana, Jumat (17/01) di lokasi pekerjaan. (18/01)
Sikap tegas Diana ini lantaran beberapa waktu lalu ada beberapa orang pekerja (pembangunan ruko) yang telah mendapatkan tekanan sikis oleh beberapa pihak. Bahkan pihak pengelola Proyek Central UMKM Desa Semampir dituding telah membongkar bangunan tanpa prosedur dan seolah-olah pihak pelaksana telah menindas rakyat kecil, hal ini tentunya adalah narasi yang tidak memiliki dasar.
Selain itu, Diana juga menyebut jikalau merujuk pada proses pendirian awal bangunan, tentunya juga harus memperhatikan legalitas dan keabsahan lokasi. Apabila mendirikan bangunan diatas lokasi milik pemerintah dan kemudian lokasi tersebut hendak digunakan untuk keperluan fasilitas umum atau hendak digunakan pengembangan pembangunan, tentunya harus bisa introspeksi diri dan tidak kemudian malah sepihak dalam berstatement.
“Apa yang disampaikan oleh salah satu Ketua LSM dan LBH dalam narasinya di salah satu kanal Media adalah sepihak dan kurang mendasar serta hal itu tidak benar. Sebagai pelaksana proyek, kami telah mentaati seluruh aturan yang menjadi tanggung jawab,” ucap Diana, Jumat (17/01).
Bahkan, lanjut Diana, Sebelumnya sudah ada Surat Teguran I,II dan III kepada para pihak terkait. Dalam surat teguran tersebut, PSDA Provinsi telah menyampaikan terdapat pelanggaran terhadap keberadaan kios atau warung, yang posisinya (letak) dianggap telah mengganggu pengembangan Investor. Untuk itu, agar segera dilakukan pengosongan/membongkar atau merapikan.
Pada kesempatan itu, Diana mengaku sudah melakukan upaya kordinasi untuk menemukan titik terang dengan para pihak agar tidak merugikan, khususnya bagi masyarakat yang telah mendirikan bangunan di atas tanah lambiran milik PSDA Provinsi Jawa Tengah tersebut.
“Dari seluruh rangkaian mediasi yang kita lakukan dengan para pihak tidak pernah menbuahkan hasil. Sehingga muncul surat peringatan ke-tiga dari PSDA Provinsi, tentunya dari dasar itu kami melaksanakan kegiatan (pembangunan) ini,” tegas Diana.
Sementara di lokasi proyek, salah satu pekerja mengaku, jika ia sebenarnya merasa terancam bekerja tempat tersebut (pembangunan ruko Desa Semampir) setelah dirinya dan pekerja lain didatangi oleh beberapa orang dari LSM, LBH dan sebagian dari mereka mengaku pemilik ruko.
“Ada beberapa orang mengaku pemilik Ruko yang juga ikut datang ke lokasi. Dan waktu itu, Kartu Tanda Penduduk (KTP) saya di paksa diminta,” ujar Pak De (nama panggilan dan bukan nama sebenarnya) yang kondisinya ketakutan sambil menceritakan kejadian saat dirinya didatangi oleh oknum LSM dan LBH serta beberapa orang yang mengaku pemilik ruko.
Selain dengan sikap yang garang dan berpenampilan sangar, pihaknya (pekerja) juga mengaku mendapatkan intervensi dari oknum-oknum tersebut. Dan ada yang membawa potongan bambu kemudian hendak di hantamkan kepada pekerja.
“Akibat kejadian itu, kami merasa trauma. Dia (para pihak atau para oknum) juga meminta agar mengembalikan bangunan seperti semula, serta saya dituding telah mencuri barang miliknya. Padahal barang sebelumnya masih utuh semua,” jelas pekerja dengan muka polosnya.
(Red/Tg)