Pati, www.suarahukum-news.com – Demi tercapai nya suatu maksud dan tujuan oleh seseorang maupun para pihak dalam mencapai tujuannya, maka tidak sedikit dari mereka telah membuat suatu perjanjian yang di tuangkan secara tertulis bermaterai serta di tanda tangani lebih dari satu orang sebagai saksi. Hal itu dimaksudkan agar terpenuhinya suatu unsur atas perbuatan yang mengarah pada tindakan dan perbuatan melawan hukum, dikarenakan si pembuat perjanjian tidak dapat memenuhi sesuai isi perjanjian yang tertuang di dalamnya. ( 14 / 11 )
Namun sebagaimana di dalam KUHPerdata Pasal 1321, Pasal 1322, Pasal 1323, Pasal 1324 dan Pasal 1325 yang menyebutkan bahwa :
Pasal 1321 : Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika di berikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan
Pasal 1322 : Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan. Kekhilafan tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan.
Pasal 1323 : Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak perkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu.
Pasal 1324 : Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orang nya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan orang yang bersangkutan.
Pasal 1325 : Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau keluarganya dalam garis atas maupun kebawah.
Merujuk pada beberapa pasal diatas, salah seorang aktivis yang bergerak di bidang lembaga kontrol sosial, saat di konfirmasi oleh awak media pada hari Kamis ( 14/11 ) di kantor skretariat yang beralamat Jl.Tondonegoro Komplek Ruko Nomor 12, Dosoman Kelurahan Pati Wetan, Kecamatan Pati Kabupaten Pati, pihaknya mengatakan bahwa, suatu kalimat yang dituangkan di dalam surat pernyataan maupun surat perjanjian, namun tanpa di landasi atas kebebasan diantara keduanya, maka surat tersebut di anggap tidak sah dan cacat demi hukum ;
” Kalau kita mengacu pada KUHPerdata pada pasal 1321, pasal 1322, pasal 1323, pasal 1324 dan pasal 1325 maka, perjanjian haruslah di landasi dengan kebebasan di antara keduanya tanpa adanya paksaan maupun tekanan oleh keduanya maupun adanya orsng lain atau pihak ketiga, ” tutur Tugiyono
Lebih lanjut siang itu pihaknya juga mengatakan bahwa, ” Jadi menurut kesimpulannya bahwa Surat Kesepakatan maupun Surat Pernyataan haruslah di dasari dengan kesadaran diantara keduanya dan bukan semata-mata karena niat dari salah satu pihak saja, karena hal itu bisa saja terdapat tujuan dan maksud yang berbeda oleh pembuatnya, sementara si pembuat seakan-akan mengiyakan dan tinggal tangan saja, jadi surat perjanjian yang dibuat di bawah tekanan dan atas dasar keterpaksaan, maka dapat di kategorikan cacat demi hukum, ” pungkasnya
( Red / Tg )