Jakarta,www.suarahukum-news.com-Dua tahun setelah Jokowi menjadi Pemimpin negeri ini, Ia melembagakan gerakan Revolusi Mental melalui Inpres 12/2016. Inpres itu menyatakan ada 5 program Gerakan Nasional Revolusi Mental, yaitu Program Gerakan Indonesia Melayani, Program Gerakan Indonesia Bersih, Program Gerakan Indonesia Tertib, Program Gerakan Indonesia Mandiri, dan Program Gerakan Indonesia Bersatu. (Pemikiran Sang Revolusioner, hal. 11, Syahganda).(07/01)
Bila bicara revolusi mental ,Kabarnya mungkin sudah ke laut jauh. Apalagi jika bicara revolusi Akhlak di negeri ini. Tentu akan lebih sulit lagi diterima oleh akal dungu. Kata Suta Widya,S.H ,Kamis(07/01) ,Salah satu tim Kuasa Hukum dalam perkara yang sedang ia tangani bersama tim Advokad lainnya.Boleh kami jelaskan dengan sederhana di sini.
“Sejak pukul 11.00 Wib, pada Selasa,(05/01) ini, Kami bertamu di Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia,guna kepentingan suatu hal, Namun hingga beberapa jam setelah kami menunggu di ruang tunggu , belum juga ada yang turun untuk menemui kami di lobi Front office,”ujar Suta Widya,S.H, dalam keterangan yang ia sampaikan kepada media ini.
Sementara itu, Lanjutnya, “Menurut Pengamanan Dalam (Pamdal) mengatakan, Sebentar lagi turun staf bidang hukum yang menangani kasus tagihan Suku Sebyar, dari Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Hal itu dikatakan sejak pukul 12.22 Wib. Dengan alasan sedang ada tamu di ruang biro hukum tersebut,”imbuhnya.
Lantaran percaya sebagai anggota Tim Kuasa Hukum dari klien yang tengah kami urus, akhirnya tetap memutuskan menunggu karena yakin pastilah tidak lama akan datang “tuan rumah” meski pun turun dari lantai 1.000 sekalipun.
“Eh, ternyata hingga pukul 13.13 Wib,pada hari itu(Selasa,05/01/2020) belum juga nongol batang hidung tuan rumah dari ESDM,”cetusnya.
Bila dibawa emosi gaya Karo, tentu awak tidak tahan menunggu lebih 2 jam hanya untuk mendapat jawaban disposisi surat kepada Menteri ESDM terkait pembayaran hak tanah Ulayat dari Suku Sebyar yang tengah kami tangani kasusnya.
“Tapi untunglah awak orang Minang, rancak mangalah untuak Manang. Sehingga alam takambang jadikan guru. Rezeki tidak kemana, mungkin saja sedang diuji kesabaran kami untuk tingkat tinggi,”ucapnya sembari menghela nafas.
Meski sudah kami minta untuk agak 3 menit turunlah perwakilan menteri untuk menjawab tagihan klien kami yang sejak 2015 belum dibayar senilai Rp. 32,4 miliar.
“Akhirnya, kami pamit dengan menitipkan kartu nama dengan pesan agar disampaikan kepada staf yang ogah turun karena mungkin tidak setuju dengan isi Revolusi Mental yang dibajak di tengah jalan,”pungkasnya dengan nada kecewa.
(Red/Suta,Tg)