Pati , www.suarahukum-news.com – Persoalan ketenagakerjaan dan kesempatan kerja masih menjadi permasalahan yang memerlukan penanganan serius dalam pelaksanaan pembangunan. Bertambahnya jumlah pengangguran dan tingginya angka pengangguran dapat menimbulkan masalah masalah di bidang ekonomi dan sosial, seperti kemiskinan dan kerawanan sosial. ( 13 / 11 )
Dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Angka pengangguran dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja (penduduk usia 15 tahun yang bekerja dan pengangguran), yang dinyatakan dalam persentase, dan selanjutnya disebut tingkat pengangguran terbuka (TPT). Ukuran ini dapat digunakan untuk mengindikasikan seberapa besar penawaran kerja yang tidak dapat terserap dalam pasar kerja di suatu wilayah.
Berdasarkan rilis data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah pada tanggal 5 November 2019, jumlah pengangguran di Jawa Tengah pada Agustus 2019 sekitar 0,82 juta orang atau sebesar 4,49 persen dari jumlah angkatan kerja (18,26 juta orang).
Persentase pengangguran tersebut menunjukkan besaran TPT. Dengan TPT sebesar 4,49persen berarti terdapat sekitar 4 sampai 5 orang yang menganggur dari 100 orang angkatan kerja pada Agustus 2019. Bila dibandingkan dengan TPT Agustus 2018 yang besarnya 4,51 persen, berarti angka pengangguran 2019 di Jawa tengah mengalami penurunan sebesar 0,02 poin. Hal tersebut tentunya menjadi kabar yang cukup menggembirakan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah.
Terlebih lagi jumlah penduduk yang bekerja bertambah sekitar 0,19 juta orang atau meningkat sebesar 1,13persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengangguran pada tahun 2018 sudah memiliki pekerjaan pada tahun 2019. Selebihnya, jumlah pekerja Agustus 2019 bertambah dari pergeseran bukan angkatan kerja ke angkatan kerja dan adanya penambahan penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas).
Namun bila diamati lebih lanjut, turunnya TPT dari Agustus 2018 ke Agustus 2019 tidak diikuti dengan turunnya jumlah pengangguran, tetapi justru bertambah. Jumlah pengangguran di Jawa Tengah pada Agustus 2019 bertambah sekitar 0,01 juta orang atau naik sebesar 0,61 persen dibandingkan pada Agustus 2018. Hal ini tentu saja masih menjadi “PR” bagi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, karena dengan bertambahnya pengangguran dapat menimbulkan orang-orang miskin baru dan menjadi permasalahan yang dapat menghambat kemajuan pembangunan.
Bila dilihat dari tingkat pendidikan, TPT lulusan Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) di Jawa Tengah merupakan yang paling tinggi pada Agustus 2019, yaitu sebesar 10,16 persen. TPT tertinggi berikutnya terdapat pada lulusan SMA/MA sebesar 6,35persen. Kondisi demikian menunjukkan bahwa penawaran tenaga kerja dari tingkat pendidikan SMK dan SMA/MA banyak yang tidak terserap di pasar kerja. Sementara itu,TPT pada tingkat pendidikan SD ke bawah dan SMP kurang dari 5 persen. Hal tersebut disebabkan mereka yang berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa saja.
Sedangkan TPT pada tingkat pendidikan Diploma sebesar 3,67 persen dan TPT lulusan Sarjana sebesar 5,53 persen. Tingginya TPT lulusan Sarjana hingga lebih besar dibandingkan TPT Jawa Tengah secara keseluruhan, ada kemungkinan para lulusan Sarjana tersebut masih banyak mempertimbangkan jenis pekerjaan yang ditawarkan dan besaran pendapatan yang akan mereka terima.
Bahkan TPT lulusan Sarjana mengalami kenaikan pada Agustus 2019 dibandingkan Agustus 2018. Hal yang sama terjadi pada TPT lulusan Diploma, lulusan SMP dan SD ke bawah. Sementara itu, meskipun TPT lulusan SMK dan SMA/MA menjadi yang paling tinggi diantara pendidikan lainnya, namun pada Agustus 2019 mengalami penurunan bila dibandingkan Agustus 2018.
Masih tingginya TPT lulusan SMK di Jawa Tengah pada Agustus 2019 tentunya sangat mengejutkan, karena pendidikan berbasis SMK selama ini diharapkan menjadi pencetak tenaga kerja dan lulusannya langsung siap pakai. Kondisi demikian dapat terjadi karena kemampuan dan ketrampilan dari sebagian lulusan SMK masih belum sesuai dengan kebutuhan di lapangan kerja.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya lebih dari Pemerintah dan semua pihak, dengan menambah jurusan yang ada di SMK serta meningkatkan fasilitas dan keahlian gurunya, sehingga lulusan SMK lebih berkualitas dan bisa diterima di dunia kerja, bahkan memiliki jiwa wirausaha yang dapat membuka lapangan kerja sendiri.
Penulis Artikel : Wahyu Rini Astuti, SST , Fungsional Statistisi Muda di BPS Kabupaten Pati